Halaman

Rabu, 08 Agustus 2012

Waspadai Bandar Narkoba Berkedok Pemilik Apotek

SEMARANG- Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) meminta anggotanya dan masyarakat mewaspadai bandar obat terlarang yang menyamarkan bisnis haramnya dengan menjadi pemodal atau pemilik apotek.

Apoteker yang mengetahui transaksi mencurigakan diminta segera melapor ke Dinas Kesehatan serta mundur dari apotek tersebut.

Wakil Sekjen IAI Pusat, Nunut Rubiyanto, mengatakan, indikasi kasus semacam itu menimpa apoteker asal Semarang, Yuli Setyarini. Yuli dilaporkan melakukan tindak penggelapan oleh pemilik, karena mengamankan sejumlah obat psikotropika ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.
”Apoteker harus hati-hati. Waspadai pemilik yang bersyahwat bandar (narkoba),” kata Nunut dalam orasi di depan puluhan apoteker di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (19/7).

IAI akan selektif memilih pemodal yang akan mendirikan apotek. Seleksi ini dilakukan pada saat ada kerja sama antara pemodal dengan apoteker.

Pemilik akan dilihat jenis pekerjaan dan latar belakang kehidupannya. Mereka yang memiliki track record jelek sebisa mungkin akan dihindari.

Investasi

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/1993 tentang Kefarmasian, pemilik modal tidak bisa mencampuri urusan kefarmasian yang menjadi kewenangan apoteker. Kewenangan pemilik hanya terbatas pada investasi. Namun dalam kasus Yuli, pemodal ternyata ikut campur.

Setelah kasus Yuli tuntas, IAI akan menggugat balik pemilik apotek karena mengintervensi dan melakukan transaksi tanpa sepengetahuan apoteker.

”Kasus kriminalisasi apoteker ini menjadikan keprihatinan kami. Ini menjadikan kekhawatiran apoteker, sudah bekerja sesuai prosedur tapi malah didakwa penggelapan. Ini baru pertama kali dan aneh,” kata Nunut.

Kasus yang menimpa Yuli bermula pada tahun 2010. Saat itu dia bekerja di Apotek Dirgantara Ngaliyan Semarang. Yuli menemukan transaksi janggal karena ada resep psikotropika. Padahal dia sama sekali tidak memesan obat-obatan tersebut.

Setelah ditelusuri, ternyata hal itu dilakukan oleh asistennya atas desakan pemilik apotek. Mengetahui ada pelanggaran, Yuli menyerahkan semua obat-obatan jenis narkotika tersebut ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Oleh pemilik apotek, Wiwik Suprihartiningsih, Yuli justru dilaporkan ke polisi dengan sangkaan melakukan penggelapan.

Jenis obat-obatan yang diserahkan ke Dinkes antara lain Codein tab 10mg, Codein tab 20mg, Codipront Caps, Codipront syrup, Codipront Cum exp syrup. (H81-43)
(Suara Merdeka)

5 komentar:

  1. perlu adanya sinkronisasi paham hukum dan prosedur kerja apoteker agar para jaksa penuntut bisa mengerti apa saja pekerjaan kefarmasian terkait dengan pengelolaan obat psikotropik & narkotik. atau jangan2 si jaksa dan hakim sudah disogok oleh PSA ckckck...negara yang aneh

    BalasHapus
  2. hapuskan saja pemilik modal,nama apotek harus sama dengan nama apoteker

    BalasHapus
  3. hapuskan saja pemilik modal/pemilik sarana apotek...cabut semua izin apotek yg bekerjasama dengan pemilik modal..biar hanya apoteker saja yang membuka apotek meski dengan modal yg minim, tanpa campur tangan bandar narkoba...

    BalasHapus
  4. mank ga ada IKATAN APOTEKER INDONESIA

    BalasHapus

Komentar Anda

BERITA WEBSITE IAI

iklan iklan iklan iklan iklan iklan iklan

IP