Halaman

Minggu, 12 Agustus 2012

IAI Minta Yuli Dibebaskan

Amankan Obat Psikotropika, Didakwa Penggelapan


SEMARANG- Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Jawa Tengah menggelar rapat luar biasa menjelang sidang putusan terhadap salah satu anggotanya, Yuli Setyarini. Satu dari tiga pernyataan sikap yang dihasilkan dari tersebut adalah meminta hakim memutus bebas Yuli tanpa syarat.

Ketua IAI Jateng, Jamaludin Al J Efendi, mengatakan, pernyataan tersebut bukanlah bentuk intervensi terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang akan memutus perkara itu pada 15 Agustus lusa. Pernyataan sikap ini justru sebagai upaya memberikan pengertian jika dalam menjalankan tugas, terdakwa Yuli tidak melakukan kesalahan.

’’Apa yang dilakukan oleh Yuli sudah sesuai prosedur. Dalam menjalankan tugas, apoteker telah memiliki aturan dan kode etik. Maka kami minta (Yuli) dibebaskan murni,’’ ujarnya kepada wartawan di PT Phapros Semarang, Sabtu (11/8).
Jika putusan hakim yang dijatuhkan nanti dirasa memberatkan, maka IAI akan mengajukan banding. Menyatakan bersalah tindakan Yuli akan menimbulkan efek buruk bagi profesi apoteker. Yuli, menurut IAI, bekerja sesuai prosedur, namun dituduh bersalah dan didakwa melanggar Pasal 374 KUHP mengenai tindak pidana penggelapan. Oleh jaksa, Yuli dituntut tujuh bulan kurungan.

Ditelusuri

Perkara ini bermula pada 2010 saat Yuli bekerja di Apotek Dirgantara Ngaliyan Semarang. Ia menemukan transaksi yang janggal, yakni ada pembelian psikotropika di apotek tersebut. Padahal dia sama sekali tidak memesan obat-obatan itu.

Setelah ditelusuri, ternyata pesanan dilakukan asistennya atas desakan pemilik apotek. Sadar ada pelanggaran, Yuli pun menyerahkan semua obat-obatan jenis psikotropika itu ke Dinas Kesehatan Kota Semarang. Oleh pemilik apotek, Wiwik Suprihartiningsih, tindakan Yuli dilaporkan sebagai penggelapan.

Jenis obat-obatan yang diserahkan Yuli ke Dinkes Kota antara lain Codein tab 10mg 175,05 tab, Codein tab 20mg 199,675 tab, Codipront Caps 45 cap, Codipront syrup 1 Btl, Codipront Cum exp syrup 3 Btl, Amitriptilin 25 mg 91 tab, Carbamazepipn 63 tab, Haloperidol 11 tab, CPZ 525,5 tab, Clobazam 60 tab, Danalgin 61 tab, dan Tramal 15 Tab. Berdasarkan UU No 5/1997, jenis obat-obatan yang masuk dalam ''daftar G (gevaarlijk/berbahaya) seperti Clobazam tidak boleh sembarang diperjualbelikan.

Dua poin pernyataan sikap lain adalah menolak kriminalisasi profesi apoteker dan meminta masyarakat menghormati kinerja dan kode etik apoteker.

Sementara itu, Kasi Farmasi, Makanan dan Minuman Dinas Kesehatan Kota Semarang, Fathurrahman, mengatakan Majelis Pertimbangan Etik Daerah (MPED) telah melakukan pertemuan dan menyatakan tindakan Yuli menyelamatkan obat-obatan jenis psikotropika benar atau sesuai aturan. (SuaraMerdeka H81-43)

13 komentar:

  1. Hukum tidak dapat diartikan sepotong sepotong, untuk menyatakan seseorang bersalah tentunya ada bukti yg kuat atas kesalahannya demikian pula bila tidak bersalah tentunya dapat dibuktikan kebenaran tindakan tersebut, bukan dari kode etik, tetapi undang undang yang melindungiinya serta aturan dan ketentuan lainnya yg terkait.

    BalasHapus
    Balasan
    1. P Achad Gazali Yth, memang betul hukum tidak bisa di artikan sepotong sepotong, tetapi kenyataan dalam persidangan pasal yang dituduhkan oleh jaksa mengapa ditujukan sepotong?
      seharusnya dinas bukan dijadikan saksi ahli tetapi "SAKSI" karena yang menerima barang. klo saksi ahli kan pendapat boleh dipakai boleh tidak. Mengapa P21 juga tidak mengindahkan oleh TKP dari POLDA? hal yang janggal klo dilihat......
      Apakah benar Undang - undang khususnya kefarmasian melindungi Praktek kefarmasian?
      jangan sampai nilai kebenaran yg bapak maksud dapat diperjual belikan..... itu menjadi keprihatinan..

      Hapus
  2. P. Achmad Gazali Yth., klau membaca kronologisnya, 1. Tdk ada unsur kesengajaan Sdri Yuli utk memiliki aplgi memperjual belikan obat daftar G alias tdk ada bukti yg kuat melawan Hukum. 2. Penerima titipan dlm hal ini pihak Dinkes Smg dpt diajukan sbg saksi demikian pula Asisten apoteker yg menerima perintah pemilik apotek atas dasar tekanan. 3. Pemilik apotek dpt saja dituduh balik sebagai collector psikotropika utk dikonsumsi sendiri/dijual secara ilegal. 4.Jika putusan Hakim dianggap tidak adil, sebaiknya lakukan sj banding. Dmkn semoga para penegak Hukum dlm memutus perkara ini didasarkan pada kebenaran & keadilan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Utk bahan renungan kita semua baca juga : http://id.berita.yahoo.com/telusuri-keterlibatan-hakim-lain-kpk-gandeng-ma-153117724.html

      Hapus
  3. saya setuju dengan Bpk. Achmad Gazali...kalo memang benar kejadiannya seperti itu tentu akan ada bukti - bukti dan saksi yang akan mendukung kebenarannya..undang - undang yang mengatur kefarmasian tentunya ada korelasinya dengan undang - undang narkotika lainnya...biarlah hukum yang berjalan...insyaallah kalo memang benar Allah tidak akan menutup mata...

    BalasHapus
  4. Profesi harus menjalankan segala sesuatunya berdasarkan atas kode etik profesi, karena dalam kode etik tersebut memuat beberapa hal yang tidak dijelaskan secara detail oleh undang-undang. menurut saya sdri yuli telah melakukan hal yang benar, terkait beliau sebagai Apoteker penanggung jawab (APA)di apoteker tsb. segala bentuk perencanaan, pengadaan, distribusi sampai kepada penggunaan obat merupakan tanggung jawab dari APA, sehingga ketika memang ada hal yang bertentangan atau tanpa sepengetahuan APA, semuanya harus dilaporkan. Pemilik Sarana Apotek (PSA) harus mempercayakan drug management cycle pada APA tanpa memberikan intervensi ataupun tekanan yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat.

    BalasHapus
  5. Saya dulu pernah mengalami persoalan yang serupa di mana pihak PSA tidak hanya "membeli" aparat hukum, menyewa preman bahkan aparat dinas kesehatan.

    Adapun tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

    1. Membuat laporan resmi tertulis ke dinas kesehatan, tentang adanya dugaan pembelian obat2an daftar G tidak resmi yang ditembuskan ke pihak2 terkait dan meminta petunjuk tertulis tentang tindakan pengamanan.

    2. Lakukan tindakan pengamanan, berdasarkan instruksi resmi tertulis dari Dinas Kesehatan dan buat berita acara pengamanan dan atau penyerahan ke dinas kesehatan.

    3. Jika perlu (sebaiknya berdasarkan petunjuk dinas kesehatan), lakukan pelaporan ke kepolisian tentang adanya dugaan pembelian tidak resmi di apotik tsb.

    4. Lakukan tindakan pencegahan secara terukur dan bertingkat sesuai tingkat kegentingannya, karena sikap "panik" berpotensi mendapatkan serangan balik yang dapat merugikan diri sendiri, sekalipun kita benar.

    Berdasarkan pengalaman pribadi, hal yang tidak kalah penting adalah dapatkan dukungan pers setempat untuk mencegah serangan balik dari pemilik modal yang biasanya, mengandalkan uang untuk "membeli" aparat hukum, preman bahkan aparat dinas kesehatan yang korup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Utk bahan renungan kita semua baca juga : http://id.berita.yahoo.com/telusuri-keterlibatan-hakim-lain-kpk-gandeng-ma-153117724.html

      Hapus
  6. Selama ini, hukum dapat dibeli. apapun itu, hukum Indonesia selalu dapat diputar balikkan. yang benar jadi salah dan sebaliknya. Yang ada adalah "Wani piro???" dan yang punya uang adalah pemenang dalam setiap kasus hukum. Kita bisa lihat di setiap hal aspek hukum indonesia.
    Apoteker selama ini tidak terlindungi oleh hukum, karena Dinas kesehatan pun yang sama2 apoteker pun dapat menjual teman sejawatnya sendiri demi kata "RUPIAH".

    BalasHapus
  7. Sejak terdapat otonomi daerah, terdapat banyak hal yang berubah. Dari setiap segi yang saya ketahui dan baca tentang perundang-undangan apotek, memperlihatkan bahwa terdapat campur tangan banyak orang untuk meraup bisnis dari dunia kesehatan. Pada intinya saat ini, istilah "ORANG MISKIN G BOLEH SAKIT", kalo miskin lalu sakit,"DERITA LOE". Apakah Indonesia siap untuk maju dalam hal ilmu kesehatan/cuma mikir gimana merubah undang-undang untuk meraup keuntungan?

    BalasHapus
  8. inilah pentingnya membina hubungan antar sejawat,untuk pencegahan agar masalah ini tidak terulang lagi,salah satunya adalah IAI harus selektif dalam pengajuan rekomendasi pendirian apotek yang merupakan hasil kerjasama antara apoteker dengan PSA dan sebaiknya apoteker bisa untuk mendirikan apoteknya sendiri daripada harus bekerja sama dengan PSA

    BalasHapus
  9. intinya apoteker yuli tidak bersalah. justru harus diberi penghargaan atas sikapnya itu. agar apoteker tidak dipandang sebelah mata.

    BalasHapus
  10. ku doakan neraka dunia dan ahirat bagi pendusta2


    .....

    BalasHapus

Komentar Anda

BERITA WEBSITE IAI

iklan iklan iklan iklan iklan iklan iklan

IP