Halaman

Senin, 13 Agustus 2012

Rawan Kriminalisasi, Ikatan Apoteker Indonesia Minta Perlindungan Hukum

"Kasus kriminalisasi terhadap Apoteker sangat banyak, tapi tak mencuat ke permukaan. Tentunya ini mengancam para apoteker di Indonesia dalam praktek kefarmasian, "

Skalanews - Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) pusat mengkhawatirkan tak adanya perlindungan hukum dalam menjalankan praktik kefarmasian akan menjadi penghambat dalam kelancaran pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Tak jarang kriminalisasi terhadap apoteker kerap terjadi.

"Kasus kriminalisasi terhadap Apoteker sangat banyak, tapi tak mencuat ke permukaan. Tentunya ini mengancam para apoteker di Indonesia dalam praktik kefarmasian," kata Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) M Dani Pratomo dalam diskusi 'Kriminalisasi Apoteker' dibilangan Jakarta Selatan, Senin (13/8)


Dicontohkanya dugaan kriminalisasi terhadap Apoteker seperti kasus yang kini tengah menjerat seorang Apoteker asal Semarang yakni Yuli Setyarini S.Farm. Perkara yang menjerat Yuli bermula pada 2010 saat itu Yuli bekerja di Apotek Dirgantara Ngaliyan Semarang.


Ia menemukan transaksi yang janggal, yakni ada pembelian psikotropika di apotek tersebut. Padahal dia sama sekali tidak memesan obat-obatan itu. Setelah ditelusuri, ternyata pesanan dilakukan asistennya atas desakan pemilik apotek. Sadar ada pelanggaran, Yuli pun menyerahkan semua obat-obatan jenis psikotropika itu ke Dinas Kesehatan Kota Semarang.


Adapun jenis obat-obatan yang diserahkan Yuli ke Dinkes Kota antara lain Codein tab 10mg 175,05 tab, Codein tab 20mg 199,675 tab, Codipront Caps 45 cap, Codipront syrup 1 Btl, Codipront Cum exp syrup 3 Btl, Amitriptilin 25 mg 91 tab, Carbamazepipn 63 tab, Haloperidol 11 tab, CPZ 525,5 tab, Clobazam 60 tab, Danalgin 61 tab, dan Tramal 15 Tab.


Obat-obatan tersebut berdasarkan UU No 5/1997 termasuk jenis obat-obatan yang masuk dalam daftar G (gevaarlijk/berbahaya) yang tidak boleh sembarang diperjualbelikan.


"Berdasarkan pengakuan dari sejawat Yuli penitipan tersebut dilakukanya karena yang bersangkutan akan mengundurkan diri sebagai pengelola apoteker Dirgantara. Sedangkan apoteker yang akan menggantukan dirinya belum ada. Sehingga ada kekhawatiran jika obat-obatan khusus yersebut akan disalahgunakan bila tidak diserahkan ke Dinas Kota Semarang,"jelasnya

Namun yang dilakukan Yuli tersebut oleh pemilik apotek Dirgantara yakni Wiwik Suprihartiningsih, dilaporkan sebagai penggelapan. Lantas oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuli dijerat Pasal 374 KUHP terkait penggelapan dalam jabatanya. Kasus ini sendiri tengah menanti putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang.

"Apabila tindakan penitipan obat berbahaya kepada Dinas Kesehatan seperti yang dilakukan Yuli dikategorikan sebagai tindakan penggelapan bahkan sampai dijatuhi hukuman, maka Apoteker tidak lagi mempunyai perlindungan hukum dalam menjalankan praktek kefarmasian yang pada akhirnya dapat menganggu kelancaranan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat,"bebernya.

IAI juga meminta kepada Mahkamah Agung (MA) agar anggotanya yakni terdakwa Yuli diberi perlindungan hukum. "Agar Yuli dibebaskan dari jeratan  penggelapan, karena tak ada satupun stok obat yang kurang dan digelapkan dan obat itu sudah diserahkan ke Dinas Kesehatan,"pungkasnya.

Tak ada UU Praktek Kefarmasian

Rawannya kriminalisasi terhadap profesi Apoteker dinilai Ketua IAI, Dani Pratomo dituding sebagai imbas karena tak adanya Undang-undang praktik Kefarmasian.

Selama ini dalam menjalankan profesinya Apoteker hanya berlindung dibalik UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan dan PP 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

"Maka perlu dibuat UU praktek kefarmasian untuk melindungi konsumen dan para apoteker,"katanya.

Diakuinya, pada 2004 IAI sudah melobby DPR untuk membentuk UU Praktek Kefarmasian, namun sayang DPR hanya mengabulkan pembuatan PP 51/2009 saja.

"Selama Indonesia merdeka apoteker masih termarjinalkan,"pungkasnya.[Skala News - Frida Astuti]

5 komentar:

  1. nampaknya psa nakal cukup cerdas memanfaatkan celah kelengahan praktik profesi. ke depan memang iai harus lebih selektif dlm merekomendasi pendirian apotek terkait latar belakang psa. sementara itu perjuangan menghapuskan dan mengubur dalam dalam istilah dan fungsi psa dlm peraturan per uu an harus tetap berkobar dan tak boleh surut. Lawan penindasan praktik profesi, kita dukung dg aksi mogok nasional. salam dahsyat tentunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo rek ... kapan mogok nasional ... meskipun saya tidak berkiprah di perapotekan tapi rasanya marah melihat rekan sejawat yang ingin melakukan tindakan sesuai hukum malah didholimi. Gunarso

      Hapus
  2. Mungkinkah UU mengenai Farmasi qt sdh waktunya dikaji & direvisi lagi krn sdh tdk sesuai dng laju perkembangan saat ini? Bgmnapun dlm menjalankan profesinya setiap insan pelaku kerja butuh kepastian Hukum (payung Hukum) shg tenang & produktif dlm bekerja, terlebih lgi jka sdg tersandung masalah/kasus yg berhubungan dng hukum/Perdata. Sebaiknya IAI segera menginventarisir permasalahan yg berkembang selama ini, duduk bersama dng pakar Hukum, Akademisi & Legislatif utk merumuskan UU yg lbih Up to date, krn bgmnapun mengurai benang kusut akn lebih ringan jika dilakukan secra bersama-sama. Dlm kasus Sdri. Yuli, sy melihat tdk ada unsur yg melawan hukum, dlm hal ini yaitu inisiatif/sengaja memerintah, memperjual-belikan secara ilegal, aplgi smp mekonsumsi obat daftar 'G' tsb. Hakim juga hrs menghadirkan saksi dari Dinkes yg menerima penyerahan psikotropika dri Sdri. Yuli dan juga Asisten Apoteker yg menerima perintah utk melakukan pembelian obat daftar 'G' tsb. Mungkin saja si Asisten Apt terpaksa menuruti perintah/instruksi pemilik Apotek krn berada dlm tekanan/ancaman. Jika ini terbukti benar, mka pemilik Apotek juga dpt dijerat sanksi Hukum.Bisa berlapis tuduhannya. Sy rasa penegak Hukum cukup jeli melihat/menangkap kronologis hal ini, tinggal bgmna hati nurani berbicara dan mengetuk palu/vonis.

    BalasHapus
  3. ikatan apotekernya gimana??????????

    BalasHapus
  4. Tuh jelas judulnya mas... Ikatan apotekernya memberikan pembelaan dan minta perlindungan hukum...piye toh....???

    BalasHapus

Komentar Anda

BERITA WEBSITE IAI

iklan iklan iklan iklan iklan iklan iklan

IP