Halaman

Rabu, 26 September 2012

IAI Mengantar Vonis Yuli Setyorini Ke Komisi Yudisial


Tomang, 15 Agustus 2012, Sidang keputusan atas kasus Yuli Setyorini dikeluarkan Majlis Hakim. Oleh Majlis Hakim, Yuli dijerat pasal 374 atas tuduhan penggelapan dengan vonis 4 bulan penjara, atas dasar penggelapan. Yuli pun mengajukan banding, yang otomatis menunda panahaanannya saat ini.

Penodaan profesi, begitulah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyebut kasus hukum yang menimpa Yuli. Bagaimana sebuah hukum diputuskan tanpa mempertimbangkan hal-hal terkait etik dari profesi dan mempertimbangkan undang-undang yang berlaku. Djatmika, selaku ketua PD. IAI Semarang mengatakan akan terus mengawal kasus Yuli sampai tuntas, dan menganggap keputusan Yuli untuk banding adalah keputusan yang tepat.

Terkait dengan perjalanan panjang kasus Yuli, IAI pusat pun mencoba membuat langkah, dengan mangangkat kasus Yuli ke Komisi Yudisial. Pertimbangan pengambilan langkah ini didasarkan pada beberapa hal, diantaranya adalah pengabaian alat bukti dari pihak Yuli, seperti pertimbangan dari 3 orang saksi ahli, surat-surat pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum diangkatnya kasus, dsb.

Bambang Joyo Supeno, selaku pengacara yang menangani kasus Yuli juga menghawatirkan kejanggalan atas kasus Yuli, “ Selain tidak mempertimbangkan alat bukti, pernah ada laporan juga bahwa ada pertemuan antara pelapor dan Hakim ketua, yang bisa menjadi indikasi majlis hakim yang diketuai oleh Tjipto S. Basuki berpihak pada pelapor,” tuturnya.

Walaupun belum bisa menjadi bukti kuat, namun Bambang juga memasukan prilaku hakim yang terlihat dalam gesture pada saat memimpin siding ke dalam materi yang memungkinkan terjadi keberpihakan. Dibawanya kasus ini ke Komisi Yudisial, diharapkan dapat membuat para hakim belajar untuk lebih menghargai apapun yang terkait dengan pesidangan, seperti alat bukti persidangan itu sendiri. “Bagaimanapun, awalnya Yuli dilaporkan atas kasus pencurian, lalu divonis dengan pasal penggelapan. Alasan hukum untuk hakim memutuskan vonis bagi Yuli sebenarnya lemah, tapi Yuli tetap divonis bersalah,” tambah Bambang yang merasa terlalu banyak kejanggalan atas kasus ini.

Masalah yang dimulai sejak tahun 2010 ini memang menyita perhatian IAI secara intens. Ketua umum IAI, Dani Pratomo,  menegaskan bahwa ini adalah penistaan pada profesi Apoteker. Menurutnya, Apoteker saat ini sedang memulai untuk menjalankan profesi sesuai dengan PP. 51 tahun 2009. Yuli adalah salah seorang yang tengah menjalankan aturan tersebut, lalu mengapa ketika Apoteker menjalankan profesi sesuai aturan undang-undang justru divonis bersalah dengan tuduhan penggelapan. “Kami khawatir, jika vonis yang dikenakan pada Yuli dijadikan Yurisprudensi,” kata Dani Pratomo

Dani juga mengatakan, kasus seperti Yuli mungkin saja terjadi pada Apoteker lainnya, tetapi kasusnya tidak muncul ke permukaan. “saat ini posisi Apoteker di Apotek masih dilihat sekadar pegawai saja, bukan dilihar sebagai sebuah profesi, hal ini yang terkadang menjadi masalah,” tutur Dani. Sedang Nurul Falah selaku Sekjen IAI memaparkan bahwa kasus Yuli dan PSA nya bukan menjadi kesimpulan bahwa selalu ada masalah antara PSA dan Apoteker. “Selama ini hubungan PSA dan Apoteker adalah hubungan yang tercipta baik, dan tidak semua PSA seperti PSA dalam kasus Yuli. Kalau dalam kasus ini bisa dilihat sebagai yang kuat menindas yang lemah,” tambah Nurul Falah.

Berkas-berkas terkait pelaporan kasus Yuli dan barang bukti telah diajukan, baik oleh pengacara Yuli maupun oleh IAI kepada Komisi Yudisial, yangsaat itu diterima oleh Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudial (KY), Suparman marzuki. Berkas tersebut akan ditindaklanjuti, baik dari sisi kelengkapan ataupun materinya. “ Bagaimanapun juga, Komisi Yudisial tidak bisa mengubah keputusan hakim di pengadilan. Yang akan kami lakukan adalah menganalisa, apakah selama kasus ini disidangkan telah terjadi pelanggaran etik, pelanggaran prilaku, seperti bertemunya hakim dan pelapor, keberpihakan hakim ataupun suap, juga bisa kejanggalan-kejanggalan lainnya,” kata Suparman.

Suparman juga berpesan, jika terdapat barang bukti yang bisa memperkuat, seperti bukti rekaman, foto agar dikirimkan untuk memudahkan proses analisa. Namun peninjauan ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Laporan di KY bisa ditindaklanjuti cepat atau lambat, hal ini juga tergantung pada kerjasama antara orang-orang yang terlibat di dalamnya,” tutur Suparman. Untuk sementara waktu, yang perlu dilakukan IAI adalah melengkapi berkas-berkas yang diperlukan. (Vita, PT ISFI Penerbitan)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda

BERITA WEBSITE IAI

iklan iklan iklan iklan iklan iklan iklan

IP