Tomang,
15 Agustus 2012, Sidang keputusan atas kasus Yuli Setyorini dikeluarkan Majlis
Hakim. Oleh Majlis Hakim, Yuli dijerat pasal 374 atas tuduhan penggelapan
dengan vonis 4 bulan penjara, atas dasar penggelapan. Yuli pun mengajukan
banding, yang otomatis menunda panahaanannya saat ini.
Penodaan
profesi, begitulah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyebut kasus hukum yang
menimpa Yuli. Bagaimana sebuah hukum diputuskan tanpa mempertimbangkan hal-hal
terkait etik dari profesi dan mempertimbangkan undang-undang yang berlaku.
Djatmika, selaku ketua PD. IAI Semarang mengatakan akan terus mengawal kasus
Yuli sampai tuntas, dan menganggap keputusan Yuli untuk banding adalah
keputusan yang tepat.
Terkait
dengan perjalanan panjang kasus Yuli, IAI pusat pun mencoba membuat langkah,
dengan mangangkat kasus Yuli ke Komisi Yudisial. Pertimbangan pengambilan
langkah ini didasarkan pada beberapa hal, diantaranya adalah pengabaian alat
bukti dari pihak Yuli, seperti pertimbangan dari 3 orang saksi ahli,
surat-surat pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum diangkatnya
kasus, dsb.
Bambang
Joyo Supeno, selaku pengacara yang menangani kasus Yuli juga menghawatirkan
kejanggalan atas kasus Yuli, “ Selain tidak mempertimbangkan alat bukti, pernah
ada laporan juga bahwa ada pertemuan antara pelapor dan Hakim ketua, yang bisa
menjadi indikasi majlis hakim yang diketuai oleh Tjipto S. Basuki berpihak pada
pelapor,” tuturnya.
Walaupun
belum bisa menjadi bukti kuat, namun Bambang juga memasukan prilaku hakim yang
terlihat dalam gesture pada saat memimpin siding ke dalam materi yang
memungkinkan terjadi keberpihakan. Dibawanya kasus ini ke Komisi Yudisial,
diharapkan dapat membuat para hakim belajar untuk lebih menghargai apapun yang
terkait dengan pesidangan, seperti alat bukti persidangan itu sendiri. “Bagaimanapun,
awalnya Yuli dilaporkan atas kasus pencurian, lalu divonis dengan pasal
penggelapan. Alasan hukum untuk hakim memutuskan vonis bagi Yuli sebenarnya
lemah, tapi Yuli tetap divonis bersalah,” tambah Bambang yang merasa terlalu
banyak kejanggalan atas kasus ini.
Masalah
yang dimulai sejak tahun 2010 ini memang menyita perhatian IAI secara intens.
Ketua umum IAI, Dani Pratomo, menegaskan
bahwa ini adalah penistaan pada profesi Apoteker. Menurutnya, Apoteker saat ini
sedang memulai untuk menjalankan profesi sesuai dengan PP. 51 tahun 2009. Yuli
adalah salah seorang yang tengah menjalankan aturan tersebut, lalu mengapa
ketika Apoteker menjalankan profesi sesuai aturan undang-undang justru divonis
bersalah dengan tuduhan penggelapan. “Kami khawatir, jika vonis yang dikenakan
pada Yuli dijadikan Yurisprudensi,” kata Dani Pratomo
Dani
juga mengatakan, kasus seperti Yuli mungkin saja terjadi pada Apoteker lainnya,
tetapi kasusnya tidak muncul ke permukaan. “saat ini posisi Apoteker di Apotek
masih dilihat sekadar pegawai saja, bukan dilihar sebagai sebuah profesi, hal
ini yang terkadang menjadi masalah,” tutur Dani. Sedang Nurul Falah selaku
Sekjen IAI memaparkan bahwa kasus Yuli dan PSA nya bukan menjadi kesimpulan
bahwa selalu ada masalah antara PSA dan Apoteker. “Selama ini hubungan PSA dan
Apoteker adalah hubungan yang tercipta baik, dan tidak semua PSA seperti PSA
dalam kasus Yuli. Kalau dalam kasus ini bisa dilihat sebagai yang kuat menindas
yang lemah,” tambah Nurul Falah.
Berkas-berkas
terkait pelaporan kasus Yuli dan barang bukti telah diajukan, baik oleh
pengacara Yuli maupun oleh IAI kepada Komisi Yudisial, yangsaat itu diterima
oleh Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudial (KY), Suparman
marzuki. Berkas tersebut akan ditindaklanjuti, baik dari sisi kelengkapan
ataupun materinya. “ Bagaimanapun juga, Komisi Yudisial tidak bisa mengubah
keputusan hakim di pengadilan. Yang akan kami lakukan adalah menganalisa,
apakah selama kasus ini disidangkan telah terjadi pelanggaran etik, pelanggaran
prilaku, seperti bertemunya hakim dan pelapor, keberpihakan hakim ataupun suap,
juga bisa kejanggalan-kejanggalan lainnya,” kata Suparman.
Suparman juga berpesan,
jika terdapat barang bukti yang bisa memperkuat, seperti bukti rekaman, foto
agar dikirimkan untuk memudahkan proses analisa. Namun peninjauan ini membutuhkan
waktu yang tidak sebentar. “Laporan di KY bisa ditindaklanjuti cepat atau
lambat, hal ini juga tergantung pada kerjasama antara orang-orang yang terlibat
di dalamnya,” tutur Suparman. Untuk sementara waktu, yang perlu dilakukan IAI
adalah melengkapi berkas-berkas yang diperlukan. (Vita, PT ISFI Penerbitan)
0 komentar:
Posting Komentar